Title : *untitled*
Chapter 1..
“Teeeeeeeeeeeeeet……” bel pulang pun berbunyi. Ketika orang lain bergegas pulang, aku dan temanku Vinda bersiap-siap untuk mengikuti ekskul karate.
“Di, kamu jadi ikut karate sama aku?” Tanya Vinda.
Perkenalkan, namaku Diana. Saat ini aku duduk di bangku kelas 10 SMA.Tetapi, aku ingin menceritakan kisahku saat 2 tahun lalu –mungkin hingga sekarang-. Saat aku duduk di bangku kelas 8, aku berniat ingin mengikuti ekskul karate. Setelah mendengar pertanyaan tadi, aku pun berpikir sejenak, dan………….
“Pengen sih, tapi takut di ketawain” jawabku.
“Udahlah hayuk gak apa-apa.” Rayu Vinda.
Aku pun diam sejenak. Dan akhirnya……
“Ya udah atuh yuk! Sekarang kita mau kemana?” Tanya ku pada Vinda.
“Ke kelas Tania aja, kita gambar gambar dulu. Eh, tapi mau ke Ira dulu ah!” Jawab Vinda.
Saat kami berdua menuju ke kelas Ira, tiba-tiba aku kami bertemu dengan Fathu. Fathu adalah teman Vinda sewaktu duduk di bangku kelas 7. Kami melihat Fathu sedang memegang sesuatu. Dan ternyata itu adalah sebuah calendar yang harus digambar untuk melengkapi nilai pelajaran seni rupa.
“Fathu gambar apa?” Tanya Vinda.
“Inuyasha” Jawab Fathu
Dengan wajah penuh dengan tanda Tanya, Vinda pun bertanya pada Fathu,
“Kok rambutnya biru?”
Dengan santai, Fathu pun menjawab, “Iya, itu salah.”
Sesudah selesai berbincang dengan kami, Fathu pun langsung meneruskan langkahnya menuju ke kelasnya. Sesudah itu, kami pun langsung menjalankan tujuan utama kami.
02:50 pm..
“Ayo ganti baju!” Ajakku pada Vinda dan Tania.
“Ayooooooooook!!” Teriak Vinda dan Tania penuh semangat.
Setelah mengganti pakaian, kami berkeliling mencari kelas yang akan kami pakai untuk latihan. Aula-Kelas 7a-7b, dan akhirnya kami sampai di kelas 7c yang dipakai untuk latihan. Disana aku melihat 2 orang lelaki memakai Tegi –pakaian karate- sedang melakukan pemanasan. Setelah aku lihat secara detail, ternyata lelaki itu adalah Fathu dan pelatih karate. Aku tak menyangka bahwa Fathu ikut karate juga. Bahkan dia sudah mengikatkan sabuk biru dipinggangnya. Tanpa berlama-lama, kami pun langsung bergabung dengan Fathu dan Senpai –senior, sebutan untuk pelatih- untuk melakukan pemanasan. Saat itu, Fathu yang memimpin pemanasan. Dan saat akan memulai pemanasan…..
“Ini Viwiananda ya?” Tanya Senpai pada Vinda.
Lalu Vinda pun menjawab “Iya.”
“Ini Tania ya?” Tanya Senpai pada Tania.
Lalu Tania pun menjawab “Iya.”
Dan akhirnya, Senpai pun bertanya padaku,
“Itu anggota baru ya?”
Dan aku pun menjawab “Iya.”
Lalu, Senpai pun bertanya lagi padaku,
“Namanya siapa?”
“Diana.” Jawabku.
“Oh Diana. Kalau gitu, kita langsung mulai aja pemanasannya. Fathu, kamu pimpin pemanasannya!” Perintah Senpai pada Fathu.
Fathu pun langsung melaksanakan perintah Senpai. Dan saat itu juga, dia mengarahkan jari telunjuknya ke arahku. Secara spontan, aku pun terkaget. Dan ternyata….
“Kamu maju sini!” Perintah Fathu padaku.
Haaaaahh.. Ternyata dia hanya menyuruhku maju untuk mengisi barisan yang kosong. Syukurlah…
04.00 pm..
Latihan pun selesai. Lelah-Letih-Lesu-Lunglai-Lemah atau bias disingkat 5L menyerang tubuh kami. Saat itu, Fathu membuatku kaget (lagi). Dia memberikan selembar kertas padaku. Dan dia berkata,
“Ini isi dulu absennya!”
Dan aku pun langsung melaksanakan perintah Fathu.
2 hari kemudian (Jum’at)..
“Eh Diana, hari ini kita kerja kelompok ngebahas soal drama! Bisa kan?” Tanya teman sekelasku.
“Hmm.. Bisa. Tapi tadi Iki katanya mau basket dulu. Gimana tuh?” Tanyaku.
“Ya udah, orang cuma 1 jam kok.” Jawab Viola.
“Oh, ya udah deh.” Kataku.
Dengan anteng, Vinda mengutak-ngatik ponselnya. Mungkin menurutnya itu adalah cara yang paling jitu untuk menghilangkan rasa bosan karena menungguku. Saat kerja kelompokku sudah selesai, aku pun langsung mengganti rok panjangku dengan celana olahraga. Dan aku pun langsung bertanya pada Vinda,
“Vin, hari ini kamu mau latihan gak?”
Dengan santainya, Vinda pun langsung menjawab,
“Kayaknya enggak deh, soalnya ujan.”
Aku pun hanya bengong mendengar jawaban Vinda. Haaaaaah. Sudahlah, lebih baik aku pulang saja.
Senin, lapangan basket sekolah..
Aku dan kawan-kawanku sedang bersiap-siap di lapangan basket sekolah karena saat itu upacara bendera akan dimulai. Mungkin memang kebiasaan anak sekolah, sebelum upacara bendera dimulai, aku dan kawan-kawanku berbincang-bincang sebentar. Dan kebetulan, disana ada mantan teman sekelasku sewaktu kelas 7, Tiara namanya. Dan saat itu, Tiara sekelas dengan Fathu. Tanpa pikir panjang, aku pun langsung bertanya pada Tiara,
“Tiaraaaaaaaaaaaa! Sini! Kamu sekelas sama Fathu kan?”
Tiara pun menjawab, “Iya. Kenapa? Kamu suka yaaaa?”
Secara spontan, aku pun menjawab, “Ih, enggaaaaak! Eh katanya si Fathu pendiem ya?
“Haaaaah?? Kata siapa? Boro-boro! Yang ada mah amit-amit tau!” Jawab Tiara.
WOW! Jawaban yang mengagetkan! (sebenernya sih biasa aja). Tak menyangka, dibalik wajahnya yang pendiam, ternyata tersimpan sifat yang “amit-amit”.
Jum’at, Kelas 8b..
Saat itu, aku dan Vinda sedang merencanakan sesuatu. Rencananya, kami akan memanggil Fathu dengan nama Tsururin –bahasa Jepang dari botak licin-.
“Eh, kita panggil si Fathu Tsururin yuk?” Ajak Vinda.
“Hayuuuuuuk!” Jawabku setuju.
“Tsururiiiiiiiiiiiiiiiin.. Tsururiiiiiiiiiiiiiiiin..” Teriak kami berdua didalam kelas.
Ketika kami sedang berteriak, ternyata Fathu berada di kelas 7c. Dengan celana pendek biru dan batiknya, dia lari-lari kecil menuju ke kelas kami. Saat itu, kami berdua sedang memakai celana olahraga. Dengan santainya..
“Mau latihan?” Tanya Fathu pada kami berdua.
“Mau.” Jawab kami berdua.
“Dasar, diem-diem omes.” Ujarku.
Pemanasan pun dimulai. Ternyata, salah satu kakak kelas kami ada juga yang mengikuti ekskul karate. Dia juga sudah mengikatkan sabuk biru di pinggangnya. Ketika kami sedang asyik melakukan pemanasan, tiba-tiba aku melihat seorang wanita yang jika aku perkirakan usianya sekitar 15 tahun. Aku belum pernah melihat perempuan itu.
“Osh Senpai!” Perempuan itu berkata pada Senpai.
“Osh!” Balas Senpai.
Ketika latihan dimulai, Senpai menyuruh Fathu untuk maju ke depan.
“Kamu sini!” Perintah Senpai pada Fathu.
Ternyata, saat didepan Senpai mengangkat kaki Fathu sampai kira-kira setinggi dada Senpai (tinggi Senpai kira-kira 170cm. Apakah terbayang?). Terlihat dari perubahan raut wajahnya, yang semula biasa saja menjadi seperti kesakitan. Aku pun yang melihatnya ikut nyengir kesakitan.
Latihan pun selesai. Saat akan pulang…
“Fathu, minta nomer hape.” Pintaku pada Fathu.
“Iya, entar takutnya susah kalo ada apa-apa.” Tambah Vinda.
“Ya udah.” Kata fathu sambil memberikan nomor handphonenya.
Tak lama setelah Fathu dan perempuan itu keluar dari kelas..
“Eh Vin, cewek yang tadi itu siapa?” Tanyaku pada Vinda.
“Adiknya Fathu.” Jawab Vinda.
Aku hanya bias bengong setelah mendengar jawaban Vinda. Hebat sekali! Gumamku dalam hati. Adiknya pun sama seperti Fathu. Dia sudah mengikatkan sabuk biru di pinggangnya. Dan asal kalian tahu, adiknya masih duduk di bangku kelas 6 Sekolah Dasar.
To Be Continue~~~
Tidak ada komentar:
Posting Komentar