Kamis, 08 September 2011

Cerpen #1

Hellooooo readers :D Diana is back yow! (udahlah yaaa gapenting) Mau share cerpen nih yang gue bikin pas kelas 10 buat melengkapi tugas B.Indonesia ehehe :D cekidot!
-------------------------------------------------------------------------------------------------------------

         "Ayaaaaaahh!! Ayo cepetan takut kesiangan!!" Kataku sambil berteriak pada Ayahku.
Pagi itu, aku sangat terburu-buru karena latihan karate dimulai pukul 9 tepat. Sedangkan saat itu, jam di handphone ku menunjukkan pukul 8.30. Dan perjalanan dari rumahku ke tempat latihan memakan waktu kurang lebih 35 menit.
          Pukul 9 tepat, dan aku masih di perjalanan. Dan sialnya, saat itu jalanan sedang macet. Uuuuh..!! Pake macet segala lagi! Gumamku dalam hati. "De, muter balik aja ya." usul Ayahku. "Ya udah sok aja." jawabku.
Lalu Ayahku pun memutar balik dan memutuskan untuk melewati jalan lain.
          Sesampainya ditempat latihan, aku melihat anggota lain sudah memulai pemanasan. Siaaal! Kesiangan!! Kataku dalam hati. Untungnya, pelatih yang sang memimpin pemanasan itu baik hati, jadi aku bisa menyimpan dulu barang-barangku ke tempat yang sedang disediakan.
          Tanpa pikir panjang, aku langsung memakai tegi -pakaian karate- dan bergabung dengan anggota lain untuk melakukan pemanasan.
          Saat pemanasan dimulai, aku melihat sosok seorang pria muda, yang gagah dengan sabuk berwarna hitam melingkar di pinggangnya. Jujur saja, aku langsung terpesona melihat wajahnya yang lucu. Sepertinya aku menyukai pria ini! Kataku dalam hati.
           Aku penasaran, siapa ya namanya? Tanyaku dalam hati. Secara tidak sengaja, aku melihat bagian belakang teginya. Dan ternyata disitu terdapat huruf-huruf yang merangkai sebuah kata, yaitu Radit.
          Oh, namanya Radit, toh! Gumamku dalam hati. Selama latihan dimulai, pandanganku hampir tak pernah lepas melihat wajahnya. Tak henti-hentinya aku memuji keindahan makhluk ciptaan Tuhan yang satu ini. Ya Allah, ganteng sekali dia! Lucu bangeeeeettt!! Jeritku dalam hati.
         Akhirnya, latihan pun selesai. Dengan perasaan sedih dan terpaksa, aku pun harus berpisah dengan Radit. Apa minggu depan aku masih bisa liat Radit? tanyaku dalam hati.
         Kira-kira 2 bulan kemudian, aku sudah mulai dekat dengan Radit. Rasanya seprti tertimpa durian runtuh. Tetapi sialnya, dia sudah mengetahui bahwa aku menyukainya. Tetapi hal itu tidak terlalu aku pikirkan.  Yang penting deket! Kataku dalam hati.
         Aku mempunyai seorang teman perempuan. Panggil saja Indah. Dia juga satu club karate denganku. Dan ternyata secara tidak langsung, dia juga dekat dengan Radit.
         Salah satu temanku yang lain bercerita padaku bahwa Radit sedang "sangat dekat" dengan Indah. Katanya Radit menyukai Indah. Awalnya aku sama sekali tidak cemburu. Namun setelah diceritakan bahwa Radit sering menelepon Indah, bahkan menyuapi Indah, hatiku terasa sangat panas. Aku marah. Sangat marah. Kenapa harus Indah yang deket sama Radit?! Tanyaku dalam hati.
         Secara tidak langsung, selama sehari penuh aku memusuhi Indah. Namun setelah Indah menjelaskan semuanya, ternyata aku salah paham. Dan setelah aku pikir-pikir, tak ada gunanya juga memusuhi seorang teman hanya karena cemburu.
         Pada akhirnya, aku pun berbaikan dengan Indah. Menjalankan aktivitas seperti biasanya. Ngobrol, bercanda, dan bertukar pikiran dengan Indah.

Jalan cerita Spongebob Red Mist

helloooooooo readers (siapa tau ada hehe :D )
mau berbagi tentang jalan cerita spongebob red mist nih. rada copast sih ehehe :D cekidot!
------------------------------------------------------------------------------------------------------------


Red Mist dimulai dengan Squidward bersiap untuk berlatih klarinet di kamar sedangkan Spongebob dan Patrick bermain riang di luar. Squidward baru sja menempelkan bibirnya di klarinet dan hanya mampu bermain satu catatan sebelum terganggu oleh seseorang mengetuk pintu. Dia berjalan ke bawah dan membuka pintu dan menemukan bahwa seorang salesman bepergian adalah di depan pintunya. Salesman, seekor ikan raksasa Skotlandia, bertanya apakah ia bisa memiliki saat waktu Squidward itu. Squidward mengatakan kepadanya bahwa ia tidak tertarik dan membanting pintu di wajah pria itu, berjalan kembali ke kamarnya. Salesman mulai mengetuk lagi, dan Squidward membuka pintu dengan marah. Salesman, tampak sangat marah, mengatakan Squidward bahwa "kabut merah akan datang" dan mendahului berjalan pergi, membingungkan Squidward. Squidward berjalan kembali ke kamarnya dan akhirnya mulai bermain klarinet. Setelah melakukan beberapa off-kunci catatan, Spongebob dan Patrick mulai tertawa luar, Squidward mengganggu lagi. Squidward berjalan ke jendela dan berteriak pada dua, mengatakan kepada mereka dia perlu berlatih untuk konser ia akan tampil di. Spongebob dan Patrick meminta maaf dengan berlinang air mata mereka dan berjalan kembali ke rumah mereka. Squidward, tidak yakin diri, berjalan kembali dan mulai bermain klarinet lagi, kali ini tanpa gangguan. Adegan kemudian memudar menjadi merah selama dua belas detik.



Mungkin dengan kesalahan, adegan yang sama diulang sekali lagi yang agak umum dalam luka kasar animasi. Namun, kali ini, mata telah diganti dengan yang baru, mata yang lebih realistis dengan pupil berwarna merah, jelas tidak nyata, tetapi lebih realistis dari CGI atau animasi. Audio juga sepenuhnya absen dari adegan ini, menyimpan untuk klik sesekali.Setelah mengulangi adegan sebelumnya, sebuah adegan baru dimulai dengan mata merah yang sama, tapi di teater di mana Squidward adalah bermain klarinet. Frame dalam animasi skip setiap empat detik, tapi suara tetap disinkronisasikan. Setelah kinerja nakal dari sebuah lagu yang dijuluki "Red Mist", Spongebob dan Patrick yang terlihat dalam kerumunan mencemooh Squidward, sangat jarang bagi mereka. Adegan panci untuk mengungkapkan salesman Skotlandia yang sama duduk di samping mereka, juga mencemooh, seperti Squidward berjalan kembali ke rumahnya dengan kepala dalam tentakelnya. Apa yang aneh adalah bahwa adegan benar-benar menunjukkan dia berjalan ke rumahnya, dengan apa-apa yang terjadi di latar belakang, selama tiga menit lima puluh detik sebelum tiba-tiba memotong ke merah selama dua puluh detik, seperti yang ia tiba di rumahnya.Sebuah adegan baru muncul, kembali ke mata kartun asli, dengan Squidward duduk di kursi di kamarnya malam itu, dengan ekspresi kosong di wajahnya selama kira-kira tiga puluh detik sebelum mulai terisak pelan. Sekali lagi, audio sudah benar-benar hilang untuk sebagian besar adegan, sampai terisak-isak dimulai. Ini adalah ketika suara angin sepoi-sepoi menembus hutan dapat didengar di latar belakang. Ia juga mulai sangat sedikit zoom wajah Squidward, hanya terlihat jika Anda membandingkan sepuluh detik sisi frame berdampingan. Suara dia menangis tiba-tiba dapat didengar, sangat keras dan berat sebagai berkedut layar dalam dirinya sendiri sebentar. Tertawa salesman juga dapat didengar bergema di latar belakang.Setelah tiga puluh detik, mengaburkan layar dan berkedut keras dan berkedip single frame di atas layar. Setelah berhenti persis pada frame, pemirsa dapat melihat foto kehidupan nyata dari seorang anak enam tahun almarhum meletakkan di hutan di celana dalamnya, yang wajahnya telah hancur, mata telah muncul, dan perut dibelah dengan isi perut meletakkan di sampingnya. Selanjutnya dia, bayangan fotografer ini jelas terlihat dengan bagian tangan fotografer muncul di sebelah kanan layar.Setelah foto ini terlihat, memotong kembali ke Squidward menangis, jauh lebih keras daripada sebelumnya dengan apa yang tampaknya menjadi darah mengalir dari matanya bukan air mata dan suara penjual masih terdengar. Suara angin di hutan juga dimainkan pada volume yang jauh lebih keras, tapi sekarang dengan suara cabang gertakan dan teriakan seorang anak muda mendengar. Setelah dua puluh detik lebih, yang lain frame tunggal muncul, kali ini seorang gadis delapan tahun di hutan penumpangan perutnya dalam genangan darah, dengan punggungnya dibelah dan isi perut ditumpuk di atas. Bayangan fotografer juga terlihat.Adegan beralih kembali ke Squidward, sekarang dengan mata merah yang sama realistis dari sebelumnya, benar-benar diam dan tidak lagi menangis. Suara hutan tidak bisa lagi didengar. Tiga detik kemudian dan memotong kembali ke terisak-isak, ini waktu menusuk keras dan dengan suara hutan mendengar. Jeritan kedua anak laki-laki muda dan gadis muda dapat didengar dicampur bersama-sama sebagai lagu "Amazing Grace" bermain pada kedua klarinet dan bagpipe. Selama ini, tujuh frame dilihat secara hitam dan putih anak dari foto pertama meletakkan di hutan. Selama tujuh frame, tangan fotografer mencapai dan meraih isi perut anak itu, seperti mata yang tersisa berfokus pada tangan pria itu dan bahkan berkedip sekali.Ini luka kembali ke Squidward lagi, kali ini menatap penonton saat bunyi gema salesman "DO IT" dan "kabut merah datang" berulang kali. Setelah empat puluh detik ini, kamera dengan cepat panci keluar untuk mengungkapkan Squidward memegang pistol yang realistis, tampak seolah-olah Photoshopped ke TKP. Squidward mengangkat laras ke dalam mulutnya dan kebakaran, dengan darah menembak keluar dari kepalanya.Squidward masih hidup, tapi sekarang tiba-tiba di hutan, dengan satu mata tergantung dari sisi wajahnya, muncul. Sebuah lubang juga muncul di sisi rahangnya. Berdiri di atasnya adalah salesman Skotlandia dari awal episode. Keterangan juga muncul di bawah layar, mengulangi segala sesuatu yang dikatakan. Squidward meminta manusia "Apa yang kau inginkan dariku?" dan si penjual mengatakan kepadanya "saya perlu 'pertarungan Fiddy pohon". Squidward bertanya "Apa artinya pohon Fiddy?" dan penjual jawaban "Ya'know, pohon dan sen dolar Fiddy." Squidward berteriak "Saya tidak memberi Anda tidak Fiddy pohon!", Seperti rakasa mengungkapkan ritsleting kecil di sisi kepalanya. Setelah meng-unzip itu, salesman berubah menjadi Rakasa Loch Ness, sebuah krustasea cerita-tinggi delapan dari era protozoic dan bertanya dalam menanggapi "Bagaimana kira-kira dua Fiddy?". Squidward balas, "Oh, jadi sekarang hanya dua Fiddy! Apa? Apakah ada dijual di Loch Ness kudapan atau sesuatu?" The Loch Ness Rakasa berenang dari marah, menjanjikan satu hari dan balas dendam kembali ekstrak pada Squidward. Warna membalikkan diri dan potongan adegan untuk biru

Selasa, 06 September 2011

sketch #Part2

Chapter 2..



Senin, 01:05 pm..
“Eh kamu liat Fathu gak?” Tanyaku pada Tiara.
“Hm.. Tadi mah aku liat masih ada dikelas.” Jawab Tiara.
Saat aku sedang berjalan dengan Vinda..
“Eh itu si Tsururin!” Kataku sambil berteriak.
“Mana? (sambil mencari) Oh iya. Sok atuh kayanya mau nanya!” Kata Vinda.
Aku dan Vinda pun mendekati Fathu.
“Eh Fathu, mau nanya. Kalo kamu dapet sabuk biru darimana?” Tanyaku.
“Yaa ikut ujian. Di SD Soka, SMK…”
Belum beres menjawab, aku pun memotong pembicaraan Fathu.
“Aduuuuuh.. Bukan itu! Kamu latihan lagi diluar atau gimana gitu biar dapet lagi sabuk biru?”
Fathu pun menjawab pertanyaanku lagi. (dengan jawaban yang sama)
“Enggak. Ikut ujian di SD Soka, SMK…”
“Aduuuuuuuuuuh.. Bukan itu!! Ya udahlah, lupain aja. Makasih ya.” Kataku memotong pembicaraan Fathu.
“Ya.” Jawab Fathu singkat.
            Saat berjalan menuju gerbang sekolah, aku dan Vinda melihat Fathu masuk lagi kedalam area sekolah. Ya udah deh, nanya lagi aja. Kataku dalam hati.
“Eh Fathu, boleh gak kita manggil kamu Tsururin?” Tanyaku pada Fathu.
“Apa itu Tsururin?” Tanya Fathu dengan wajah heran.
“Ya udahlah gak usah tau!” Jawabku.
            Saat aku dan Vinda berjalan menuju Café Paman (semacam kedai yang ada didepan sekolah kami), tiba-tiba kami sudah melihat Tiara di meja yang kami tempati. Hah?! Jangan-jangan dia udah tau kalo aku ikut karate?! Kataku dalam hati. Tiba-tiba saja Tiara bertanya padaku,
“Kamu karate kan?” Tanya Tiara.
Aku pun menjawab dengan wajah heran,
“Kok kamu tau? Cintia yang ngasih tau ya?”
Lalu Tiara pun menjawab lagi,
“Iya, Cintia yang ngasih tau aku kok. Gak usah malu kali, da gak akan apa-apa.”
            Tak lama kemudian, akhirnya Tiara pun segera pulang karena dia sudah dijemput oleh Pak Uu (sopir kesayangan Tiara, aku, dan teman-temanku sewaktu kelas 7). Cintia pun bergegas pulang. Dan tanpa disadari, ternyata semua orang yang ada disekeliling kami sudah mulai berkurang. Dan pada akhirnya, hanya tinggal aku dan Vinda yang berada di Café Paman. Aku dan Vinda pun mulai merencanakan sesuatu (lagi) untuk mengerjai Fathu.
“Eh Vin, gimana kalo pas hari rabu kita bikin si Tsururin GR (baca: geer). Saya ingin liat orang pendiem GR.” Usulku pada Vinda.
“Ayok! Boleh boleh!!” Jawab Vinda dengan penuh semangat perjuangan.
“Kita bilangin kalo temen kita ada yang suka sama dia, gimana?” Tambahku.
“Boleh boleh!!” Jawab Vinda setuju dengan wajah semangat ’45.
Senin, Selasa, berlalu dengan cepat. Dan pada hari H..
“Buku latihan matematika aku ilang!” Ujar Vinda dengan wajah cemas.
“Ilang dimana? Kok bisa ilang?” Tanyaku.
Lalu Vinda menjawab (masih) dengan wajah cemas,
“Gak tau. Waktu itu ada yang pinjem ke aku.”
Sewaktu istirahat..
“Di, kayaknya hari ini aku gak bakal latihan deh.” Vinda berkata padaku.
Aku hanya bisa membuka mulutku ketika mendengar pernyataan yang dengan spontan keluar dari mulut Vinda.
“Hah?! Terus gimana sama rencana kita buat introgasi si Tsururin?” Tanyaku.
“Ya udah entar aja gak usah sekarang.” Usul Vinda.
“Aaaaah, tapi saya pengennya sekarang!” Kataku sambil sedikit memaksa.
“Aduh sorry ya, Di. Kalo buku latihan aku ketemu mah aku hari ini latihan.” Kata Vinda.
            Secara spontan, wajahku yang tadinya sumringah berubah 9.999 derajat menjadi wajah madesu –masa depan suram-. Gimana jadinya kalo entar yang latihan cuma berdua? Aaarrrrrggh!! Gumamku dalam hati.
            Sebelum pulang, rencananya aku dan Vinda akan member tahu Fathu bahwa Vinda tidak akan ikut latihan. Padahal, saat itu Vinda sudah membawa baju bebas dan celana olahraga.
            Sesampainya dikelas 8h (kelas Fathu), aku melihat Fathu sedang menyantap bekal makan siangnya. Ia menyantap bekalnya sembari duduk di atas meja. Sok cool banget sih! Gumamku dalam hati. Tetapi ada sesuatu yang seketika membuatku ‘ilfeel’, aku melihat kotak makan siangnya berwarna hijau seperti yang dimiliki oleh anak TK. Tanpa piker panjang lagi, aku pun langsung melaksanakan tujuan utamaku.
“Tsururiiiiiiiiiiiiiiin….!! Sini!” Perintahku pada Fathu sambil sedikit berteriak.
Fathu pun mendekatiku, dan bertanya..
“Tsururin teh apa sih?”
“Tsururin itu….. Botak licin!” Jawabku sambil menahan tawa.
            Secara spontan, teman-teman sekelasnya yang mendengar jawabanku langsung tertawa. Walah! Kasian juga nih anak. Kataku dalam hati. Seketika, wajahnya berubah menjadi merah padam.
“Ada apa?” Tanya Fathu singkat.
“Kalo latihannya pake baju bebas gak apa-apa kan?” Tanya Vinda.
“Ya gak apa-apa atuh.” Jawab Fathu.
“Tapi hari ini aku gak akan latihan.” Sambung Vinda.
“Oh, ya udah gak apa-apa kok.” Ujar Fathu.
            Aku pun sudah bersiap-siap. Kok Tsururin belum muncul-muncul ya? Gumamku dalam hati. Saat aku sedang duduk di pojok kelas, aku melihat Fathu sedang berjalan dari arah kelas 7c menuju ke kelasku, tiba-tiba…
“Latihan?” Tanya Fathu dari kejauhan.
“Iya.” Jawabku singkat.
            Dan saat aku masuk ke kelas 7c, aku tidak melihat siapapun. Yang aku lihat hanya meja, kursi, papan tulis, dan tentunya Fathu. Hah?! Just 2 persons?! Yang bener aja?? Tanyaku dalam hati.
            Saat pemanasan, aku berhadapan dengan Fathu. Secara tidak langsung, aku melihat wajahnya dengan jelas. Aku amati satu per satu bagian di wajahnya. Saat pemanasan selesai, Arum –adik Fathu- datang. Yes! Akhirnya bertiga! Gumamku dalam hati. Saat latihan akan dimulai, kami baru sadar kalau kelas yang kami pakai untuk latihan sangat gelap. Akhirnya, kami memutuskan untuk pindah ke kelasku, kelas 8b. Ketika di depan pintu kelas, aku melihat sepasang ababil –abg labil- yang entah sedang apa berada di dalam kelas. Tanpa pikir panjang, aku pun langsung mengusir mereka secara halus.
            Latihan pun dimulai. Seperti biasa, Senpai memimpin latihan dengan cukup tegas. Terbukti dari baju kami yang terlihat basah saat latihan. Akhirnya latihan pun selesai. Haaaaaaaahh.. Capeknya. Aku mengeluh dalam hati. Tiba-tiba saja aku teringat misiku yang sudah aku rencanakan bersama Vinda. Tanpa pikir panjang, aku pun langsung menjalankan misi tersebut.
“Eh Fathu, waktu itu ada temen saya yang liat kamu, katanya dia suka sama kamu.” Kataku.
“Aaaah, biasa lah, fans.” Ujar Fathu.
            Hah? Yang bener aja? Fans? Orang kayak begitu punya fans? Gak percayaaaaa! Gumamku dalam hati. Aku hanya bisa membuka mulutku dengan lebar ketika mendengar respon dari Fathu.
            Hari pun berganti menjadi malam. Langit pun berubah menjadi gelap. Terlintas di benakku niat untuk mengirim sebuah pesan singkat untuk Fathu. Akhirnya tanpa pikir panjang, aku pun segera mengambil ponselku dan mengetikkan sebuah pesan untuk Fathu.
Sorry, ini nomernya fathu bukan?
            5 menit aku menunggu, tak ada balasan. 1 jam kemudian pun masih belum ada balasan. Dan sampai akhirnya 2 jam kemudian pun masih belum ada balasan. Karena jam sudah menunjukkan pukul 10 malam, akhirnya aku pun memutuskan untuk bergelut di dunia kapuk saja.
Keesokan harinya..
            Hari masih pagi. Aku juga baru bangun dari tidurku yang lelap. Ketika aku baru bangun, tiba-tiba saja ponselku berbunyi. Wah, SMS dari siapa ya? Tanyaku dalam hati. Dan ternyata..
Iya, ini nomernya fathu..
Tapi ini nomernya siapa?
Ternyata balasan dari Fathu. Ya sudahlah mumpung ada pulsa, bales aja. Gumamku dalam hati.
Ini nomer temennya vinda, yg itu loh, yg baru msk karate.
Klo smsan panggil andro aja!
Tiba-tiba saja Fathu menghilang.


To Be Continue~~~

pemberitahuan

kepada siapapun yang ingin membaca (kali aja ada yeee) cerita yg judulnya Just Share #2 itu panjang bgt. tapi yg di tampilin cuma sepotong. pokoknya klik judulnya aja deh. entar keluar semua ;;)

sankyuu^^~

Senin, 05 September 2011

sketch #Part1

Writer           : ------
Title              : *untitled*

Chapter 1..


Teeeeeeeeeeeeeet……” bel pulang pun berbunyi. Ketika orang lain bergegas pulang, aku dan temanku Vinda bersiap-siap untuk mengikuti ekskul karate.
“Di, kamu jadi ikut karate sama aku?” Tanya Vinda.
Perkenalkan, namaku Diana. Saat ini aku duduk di bangku kelas 10 SMA.Tetapi, aku ingin menceritakan kisahku saat 2 tahun lalu –mungkin hingga sekarang-. Saat aku duduk di bangku kelas 8, aku berniat ingin mengikuti ekskul karate. Setelah mendengar pertanyaan tadi, aku pun berpikir sejenak, dan………….
“Pengen sih, tapi takut di ketawain” jawabku.
“Udahlah hayuk gak apa-apa.” Rayu Vinda.
Aku pun diam sejenak. Dan akhirnya……
“Ya udah atuh yuk! Sekarang kita mau kemana?” Tanya ku pada Vinda.
“Ke kelas Tania aja, kita gambar gambar dulu. Eh, tapi mau ke Ira dulu ah!” Jawab Vinda.
            Saat kami berdua menuju ke kelas Ira, tiba-tiba aku kami bertemu dengan Fathu. Fathu adalah teman Vinda sewaktu duduk di bangku kelas 7. Kami melihat Fathu sedang memegang sesuatu. Dan ternyata itu adalah sebuah calendar yang harus digambar untuk melengkapi nilai pelajaran seni rupa.
“Fathu gambar apa?” Tanya Vinda.
“Inuyasha” Jawab Fathu
Dengan wajah penuh dengan tanda Tanya, Vinda pun bertanya pada Fathu,
“Kok rambutnya biru?”
Dengan santai, Fathu pun menjawab, “Iya, itu salah.”
            Sesudah selesai berbincang dengan kami, Fathu pun langsung meneruskan langkahnya menuju ke kelasnya. Sesudah itu, kami pun langsung menjalankan tujuan utama kami.

02:50 pm..
“Ayo ganti baju!” Ajakku pada Vinda dan Tania.
“Ayooooooooook!!” Teriak Vinda dan Tania penuh semangat.
            Setelah mengganti pakaian, kami berkeliling mencari kelas yang akan kami pakai untuk latihan. Aula-Kelas 7a-7b, dan akhirnya kami sampai di kelas 7c yang dipakai untuk latihan. Disana aku melihat 2 orang lelaki memakai Tegi –pakaian karate- sedang melakukan pemanasan. Setelah aku lihat secara detail, ternyata lelaki itu adalah Fathu dan pelatih karate. Aku tak menyangka bahwa Fathu ikut karate juga. Bahkan dia sudah mengikatkan sabuk biru dipinggangnya. Tanpa berlama-lama, kami pun langsung bergabung dengan Fathu dan Senpai –senior, sebutan untuk pelatih- untuk melakukan pemanasan. Saat itu, Fathu yang memimpin pemanasan. Dan saat akan memulai pemanasan…..
“Ini Viwiananda ya?” Tanya Senpai pada Vinda.
Lalu Vinda pun menjawab “Iya.”
“Ini Tania ya?” Tanya Senpai pada Tania.
Lalu Tania pun menjawab “Iya.”
Dan akhirnya, Senpai pun bertanya padaku,
“Itu anggota baru ya?”
Dan aku pun menjawab “Iya.”
Lalu, Senpai pun bertanya lagi padaku,
“Namanya siapa?”
“Diana.” Jawabku.
“Oh Diana. Kalau gitu, kita langsung mulai aja pemanasannya. Fathu, kamu pimpin pemanasannya!” Perintah Senpai pada Fathu.
            Fathu pun langsung melaksanakan perintah Senpai. Dan saat itu juga, dia mengarahkan jari telunjuknya ke arahku. Secara spontan, aku pun terkaget. Dan ternyata….
“Kamu maju sini!” Perintah Fathu padaku.
            Haaaaahh.. Ternyata dia hanya menyuruhku maju untuk mengisi barisan yang kosong. Syukurlah…
04.00 pm..
            Latihan pun selesai. Lelah-Letih-Lesu-Lunglai-Lemah atau bias disingkat 5L menyerang tubuh kami. Saat itu, Fathu membuatku kaget (lagi). Dia memberikan selembar kertas padaku. Dan dia berkata,
“Ini isi dulu absennya!”
Dan aku pun langsung melaksanakan perintah Fathu.
2 hari kemudian (Jum’at)..
“Eh Diana, hari ini kita kerja kelompok ngebahas soal drama! Bisa kan?” Tanya teman sekelasku.
“Hmm.. Bisa. Tapi tadi Iki katanya mau basket dulu. Gimana tuh?” Tanyaku.
“Ya udah, orang cuma 1 jam kok.” Jawab Viola.
“Oh, ya udah deh.” Kataku.
             Dengan anteng, Vinda mengutak-ngatik ponselnya. Mungkin menurutnya itu adalah cara yang paling jitu untuk menghilangkan rasa bosan karena menungguku. Saat kerja kelompokku sudah selesai, aku pun langsung mengganti rok panjangku dengan celana olahraga. Dan aku pun langsung bertanya pada Vinda,
“Vin, hari ini kamu mau latihan gak?”
Dengan santainya, Vinda pun langsung menjawab,
“Kayaknya enggak deh, soalnya ujan.”
            Aku pun hanya bengong mendengar jawaban Vinda. Haaaaaah. Sudahlah, lebih baik aku pulang saja.
Senin, lapangan basket sekolah..
            Aku dan kawan-kawanku sedang bersiap-siap di lapangan basket sekolah karena saat itu upacara bendera akan dimulai. Mungkin memang kebiasaan anak sekolah, sebelum upacara bendera dimulai, aku dan kawan-kawanku berbincang-bincang sebentar. Dan kebetulan, disana ada mantan teman sekelasku sewaktu kelas 7, Tiara namanya. Dan saat itu, Tiara sekelas dengan Fathu. Tanpa pikir panjang, aku pun langsung bertanya pada Tiara,
“Tiaraaaaaaaaaaaa! Sini! Kamu sekelas sama Fathu kan?”
Tiara pun menjawab, “Iya. Kenapa? Kamu suka yaaaa?”
Secara spontan, aku pun menjawab, “Ih, enggaaaaak! Eh katanya si Fathu pendiem ya?
“Haaaaah?? Kata siapa? Boro-boro! Yang ada mah amit-amit tau!” Jawab Tiara.
             WOW! Jawaban yang mengagetkan! (sebenernya sih biasa aja). Tak menyangka, dibalik wajahnya yang pendiam, ternyata tersimpan sifat yang “amit-amit”.
Jum’at, Kelas 8b..
            Saat itu, aku dan Vinda sedang merencanakan sesuatu. Rencananya, kami akan memanggil Fathu dengan nama Tsururin –bahasa Jepang dari botak licin-.
“Eh, kita panggil si Fathu Tsururin yuk?” Ajak Vinda.
“Hayuuuuuuk!” Jawabku setuju.
“Tsururiiiiiiiiiiiiiiiin.. Tsururiiiiiiiiiiiiiiiin..” Teriak kami berdua didalam kelas.
            Ketika kami sedang berteriak, ternyata Fathu berada di kelas 7c. Dengan celana pendek biru dan batiknya, dia lari-lari kecil menuju ke kelas kami. Saat itu, kami berdua sedang memakai celana olahraga. Dengan santainya..
“Mau latihan?” Tanya Fathu pada kami berdua.
“Mau.” Jawab kami berdua.
“Dasar, diem-diem omes.” Ujarku.
            Pemanasan pun dimulai. Ternyata, salah satu kakak kelas kami ada juga yang mengikuti ekskul karate. Dia juga sudah mengikatkan sabuk biru di pinggangnya. Ketika kami sedang asyik melakukan pemanasan, tiba-tiba aku melihat seorang wanita yang jika aku perkirakan usianya sekitar 15 tahun. Aku belum pernah melihat perempuan itu.
“Osh Senpai!” Perempuan itu berkata pada Senpai.
“Osh!” Balas Senpai.
Ketika latihan dimulai, Senpai menyuruh Fathu untuk maju ke depan.
“Kamu sini!” Perintah Senpai pada Fathu.
            Ternyata, saat didepan Senpai mengangkat kaki Fathu sampai kira-kira setinggi dada Senpai (tinggi Senpai kira-kira 170cm. Apakah terbayang?). Terlihat dari perubahan raut wajahnya, yang semula biasa saja menjadi seperti kesakitan. Aku pun yang melihatnya ikut nyengir kesakitan.
Latihan pun selesai. Saat akan pulang…
“Fathu, minta nomer hape.” Pintaku pada Fathu.
“Iya, entar takutnya susah kalo ada apa-apa.” Tambah Vinda.
“Ya udah.” Kata fathu sambil memberikan nomor handphonenya.
Tak lama setelah Fathu dan perempuan itu keluar dari kelas..
“Eh Vin, cewek yang tadi itu siapa?” Tanyaku pada Vinda.
“Adiknya Fathu.” Jawab Vinda.
            Aku hanya bias bengong setelah mendengar jawaban Vinda. Hebat sekali! Gumamku dalam hati. Adiknya pun sama seperti Fathu. Dia sudah mengikatkan sabuk biru di pinggangnya. Dan asal kalian tahu, adiknya masih duduk di bangku kelas 6 Sekolah Dasar.


To Be Continue~~~